pencenk-estry.blogspot.com |
Pityriasis versicolor adalah infeksi jamur superfisial pada kulit yang disebabkan oleh Malassezia furfur atau Pityrosporum orbiculare dan ditandai dengan adanya makula di kulit, skuama halus dan disertai rasa gatal. Infeksi ini bersifat menahun, ringan dan biasanya tanpa peradangan. Pityriasis versicolor biasanya mengenai wajah, leher, badan, lengan atas, ketiak, paha, dan lipatan paha. (Madani A, 2000.
Etiologi
Penyebab penyakit
ini adalah Malassezia
furfur, yang dengan pemeriksaan morfologi dan imunoflorensi indirek
ternyata identik dengan Pityrosporum
orbiculare.
(Madani A, 2000). Prevalensi Pityriasis
versicolor lebih tinggi (50%) di daerah tropis yang bersuhu hangat dan
lembab. (Radiono, 2001).
Epidemiologi
Pityriasis versicolor adalah
penyakit universal tapi lebih banyak dijumpai di daerah tropis karena tingginya
temperatur dan kelembaban. Menyerang hampir semua umur terutama remaja,
terbanyak pada usia 16-40 tahun. Tidak ada perbedaan antara pria dan wanita,
walaupun di Amerika Serikat dilaporkan bahwa penderita pada usia 20-30 tahun
dengan perbandingan 1,09% pria dan 0,6% wanita. Insiden yang akurat di
Indonesia belum ada, namun diperkirakan 40-50% dari populasi di negara tropis
terkena penyakit ini, sedangkan di negara subtropics yaitu Eropa tengah dan
utara hanya 0,5-1% dari semua penyakit jamur. (Partogi, 2008) Pityriasis versicolor dapat
terjadi di seluruh dunia, tetapi penyakit ini lebih sering menyerang daerah
yang beriklim tropis dan sub tropis. Di Mexico 50% penduduknya menderita
penyakit ini. Penyakit ini dapat terjadi pada pria dan wanita, dimana pria
lebih sering terserang dibanding wanita dengan perbandingan 3 : 2. (Amelia,
2011)
Cara Penularan
Sebagian besar
kasus Pityriasis
versicolor terjadi karena aktivasi Malassezia
furfur pada tubuh penderita sendiri (autothocus flora), walaupun
dilaporkan pula adanya penularan dari individu lain. Kondisi patogen terjadi
bila terdapat perubahan keseimbangan hubungan antara hospes dengan ragi sebagai
flora normal kulit. Dalam kondisi tertentu Malassezia furfur akan berkembang ke bentuk
miselial, dan bersifat lebih patogenik. Keadaan yang mempengaruhi keseimbangan
antara hospes dengan ragi tersebut diduga adalah faktor lingkungan atau faktor
individual. Faktor lingkungan diantaranya adalah lingkungan mikro pada kulit,
misalnya kelembaban kulit. Sedangkan faktor individual antara lain adanya
kecenderungan genetik, atau adanya penyakit yang mendasari misalnya sindrom
Cushing atau malnutrisi. (Radiono, 2001)
Patogenesis
Pityriasis versicolor timbul
bila Malassezia furfur
berubah bentuk menjadi bentuk miselia karena adanya faktor
predisposisi, baik eksogen maupun endogen.(Partogi, 2008)
- Faktor eksogen meliputi suhu, kelembaban udara dan keringat, (Budimulja, 2001). Hal ini merupakan penyebab sehingga Pityriasis versicolor banyak di jumpai di daerah tropis dan pada musim panas di daerah subtropis. Faktor eksogen lain adalah penutupan kulit oleh pakaian atau kosmetik dimana akan mengakibatkan peningkatan konsentrasi CO2, mikroflora dan pH. (Partogi, 2008)
- Sedangkan faktor endogen meliputi malnutrisi, dermatitis seboroik, sindrom cushing, terapi imunosupresan, hiperhidrosis, dan riwayat keluarga yang positif. Disamping itu bias juga karena Diabetes Melitus, pemakaian steroid jangka panjang, kehamilan, dan penyakit – penyakit berat lainnya yang dapat mempermudah timbulnya Pityriasis versicolor.(Partogi, 2008)
Patogenesis dari
makula hipopigmentasi oleh terhambatnya sinar matahari yang masuk ke dalam
lapisan kulit akan mengganggu proses pembentukan melanin, adanya toksin yang
langsung menghambat pembentukan melanin, dan adanya asam azeleat yang dihasilkan
oleh Pityrosporum dari
asam lemak dalam serum yang merupakan inhibitor kompetitf dari tirosinase.
(Partogi, 2008)
Pengobatan
Pengobatan Pityriasis versicolor dapat
diterapi secara topikal maupun sistemik. Tingginya angka kekambuhan merupakan
masalah, dimana mencapai 60% pada tahun pertama dan 80% setelah tahun kedua.
Oleh sebab itu diperlukan terapi, profilaksis untuk mencegah rekurensi:
A. Pengobatan
Topikal Pengobatan harus
dilakukan secara menyeluruh, tekun dan konsisten. Obat yang dapat
digunakan ialah :
- Selenium sulfida 1,8% dalam bentuk shampoo 2-3 kali seminggu. Obat digosokkan pada lesi dan didiamkan selama 15-30 menit sebelum mandi.
- Salisil spiritus 10%.
- Turunan azol, misalnya : mikozanol, klotrimazol, isokonazol dan ekonazol dalam bentuk topikal.
- Sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20%.
- Larutan Natrium Tiosulfas 25%, dioleskan 2 kali sehari sehabis mandi selama 2 minggu. (Partogi, 2008)
B. Pengobatan sistemik
diberikan pada kasus Pityriasis
versicolor yang luas atau jika pemakaian obat topikal tidak berhasil. Obat
yang dapat diberikan adalah :
- KetoconazoleDosis: 200 mg per hari selama 10 hari
- Fluconazole Dosis: dosis tunggal 150-300 mg setiap minggu
- Itraconazole Dosis: 100 mg per hari selama 2 minggu. (Madani A, 2000)
C. Terapi
hipopigmentasi (Leukoderma)
- Liquor carbonas detergent 5%, salep pagi/malam
- Krim kortikosteroid menengah pagi dan malam
- Jemur di matahari }10 menit antara jam 10.00-15.00 (Murtiastutik,2009)
Pityriasis versicolor cenderung
untuk kambuh, sehingga pengobatan harus diulangi. Daerah hipopigmentasi perlu
Waktu yang lama untuk repigmentasi, dan kedaan yang bertahan lama ini janganlah
dianggap sebagai suatu kegagalan pengobatan. (Graham-Brown, 2005)
Pencegahan
Untuk mencegah
terjadinya Pityriasis versicolor dapat disarankan pemakaian 50% propilen glikol
dalam air untuk pencegahan kekambuhan. Pada daerah endemik dapat disarankan
pemakaian ketokonazol 200 mg/hari selama 3 bulan atau itrakonazol 200 mg sekali
sebulan atau pemakaian sampo selenium sulfid sekali seminggu. (Radiono, 2001) Untuk
mencegah timbulnya kekambuhan, perlu diberikan pengobatan pencegahan, misalnya
sekali dalam seminggu, sebulan dan seterusnya. Warna kulit akan pulih kembali
bila tidak terjadi reinfeksi. Pajanan terhadap sinar matahari dan kalau perlu
obat fototoksik dapat dipakai dengan hati-hati, misalnya oleum bergamot atau
metoksalen untuk memulihkan warna kulit tersebut. (Madani A, 2000)
No comments:
Post a Comment